Sistem Pemerintahan di dunia

Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata, “sistem” dan “pemerintahan”. “Sistem” adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga, hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik, maka akan mempengaruhi keseluruhannya itu. (Carl J. Friedrich).

Sistem pemerintahan di dunia terbagi atas sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Pada umumnya, negara-negara di dunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan di atas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Bahkan, Inggris disebut sebagai “mother of parliaments” (induk parlementer), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial.

Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang ideal dari sistem pemerintahan yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain di belahan dunia.

Berikut ini adalah beberapa macam sistem pemerintahan yang saat ini digunakan oleh berbagai negara.

1. Sistem Pemerintahan Presidensial

Dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan eksekutif tak tergantung pada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif, seorang presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka itu hanya bertanggung jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet itu tak tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat, maka menteri-pun tak bisa diberhentikan olehnya.
Sistem ini terdapat di Amerika Serikat yang mempertahankan ajaran Montesquieu, di mana kedudukan tiga kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, terpisah satu sama lain secara tajam dan saling menguji serta saling mengadakan perimbangan (check and balance). Kekuasaan membuat undang-undang ada di tangan congress, sedangkan presiden mempunyai hak veto terhadap undang-undang yang sudah dibuat itu. Kekuasaan eksekutif ada pada presiden dan pemimpin-pemimpin departemen, yaitu para menteri yang tidak bertanggung jawab pada parlemen. Karena presiden dipilih oleh rakyat, maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab kepada rakyat.

Pelaksanaan kekuasaan kehakiman menjadi tanggung jawab Supreme Court (Mahkamah Agung), dan kekuasaan legislatif berada di tangan DPR atau Konggres (Senat dan Parlemen di Amerika). Dalam Praktiknya, sistem presidensial menerapkan teori Trias Politika Montesqueu secara murni melalui pemisahan kekuasaaan (Separation of Power ). Contohnya adalah Amerika dengan Chek and Balance. Sedangkan yang diterapkan di Indonesia adalah pembagian kekuasaan (Distribution of Power).

Di dalam sistem pemerintahan presidensial, biasanya, presiden berada pada posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan. Meskipun demikian, presiden tetap bisa dikontrol. Ia juga bisa dijatuhkan apabila melakukan pengkhianatan terhadap negara atau terbukti melakukan pelanggaran-pelanggaran tertentu.

Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Presidensial
1) Penyelenggara negara berada di tangan presiden. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan/majelis
2) Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif
3) Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia tidak dipilih oleh parlemen
4) Presiden tak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer
5) Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai lembaga perwakilan anggotanya pun dipilih oleh rakyat
6) Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen

Negara yang menerapkan sistem Presidensial : Amerika Serikat, Indonesia, Argentina, Brazil, Filipina, Afrika selatan.

2. Sistem Pemerintahan Parlementer

Sistem parlementer adalah sebuah sistem permerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya.

Sistem pemerintahan parlementer pernah diterapkan di Republik Weimar Jerman dan Republik keempat Prancis. Sistem parlementer, biasanya, memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepada negara. Kepala pemerintahan dipegang oleh seorang perdana menteri dan kepala negara ditunjuk dengan kekuasaan yang sedikit atau seremonial.

Sistem parlementer, terlahir dari adanya pertanggung jawaban menteri. Seperti halnya yang terjadi di Inggris, di mana seorang raja tak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong), maka jika terjadi perselisihan antara raja dengan rakyat, menterilah yang bertanggung jawab terhadap segala tindakan raja. Sebagai contoh, Thomas Wentworth salah seorang menteri pada masa Raja Karel I dituduh melakukan tindak pidana oleh majelis rendah. Kemudian karena terbukti, menteri tersebut dijatuhi hukuman mati oleh majelis tinggi.

Dari pertanggung jawaban pidana ini, kemudian lahir pertanggung jawaban politik, di mana para menteri harus bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen. Sistem parlemen telah terjadi sejak permulaan abad ke-18 di Inggris. Dari sejarah ketatanegaraan, dapatlah dikatakan, bahwa sistem parlementer ini adalah kelanjutan dari bentuk negara Monarchi Konstitusionil, di mana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Karena itu dalam sistem parlementer, raja atau ratu dan presiden, kedudukannya adalah sebagai kepala negara.

Selanjutnya yang disebut eksekutif dalam sistem parlementer adalah kabinet itu sendiri. Kabinet yang terdiri dari perdana menteri dan menteri-menteri, bertanggung jawab sendiri satau bersama-sama kepada parlemen. Kesalahan yang dilakukan oleh kabinet tidak dapat melibatkan kepala negara. Karena itulah di Inggris dikenal istilah “the king can do no wrong”. Pertanggung jawaban menteri kepada parlemen tersebut dapat berakibat kabinet meletakkan jabatan dan mengembalikan mandat kepada kepala negara manakala parlemen tidak lagi mempercayai kabinet.

Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer
1) Raja/ratu atau presiden adalah sebagai kepala negara. Kepala negara ini tak bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet.
2) Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri. Kepala negara tak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.
3) Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih lansung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
4) Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif. Dan yang disebut sebagai eksekutif di sini adalah kabinet. Kabinet harus meletakkan atau mengembalikan mandatnya kepada kepala negara, manakala parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri tertentu atau seluruh menteri.
5) Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus sebagai perdana menteri adalah ketua partai politik yang memenangkan pemilu. Sedangkan partai politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi.
6) Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk kabinet secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan kepercayaan dari parlemen.
7) Apabila terjadi perselisihan antara kabinet dan parlemen dan kepala negara beranggapan kabinet berada dalam pihak yang benar, maka kepala negara akan membubarkan parlemen. Dan menjadi tanggung jawab kabinet untuk melaksanakan pemilu dalam tempo 30 hari setelah pembubaran itu. Sebagai akibatnya, apabila partai politik yang menguasai parlemen menang dalam pemilu tersebut, maka kabinet akan terus memerintah. Sebaliknya, apabila partai oposisi yang memenangkan pemilu, maka dengan sendirinya kabinet mengembalikan mandatnya dan partai politik yang menang akan membentuk kabinet baru.

Negara yang menerapkan sistem Parlementer : Inggris, Jepang, Singapura, Australia, Belanda, Denmark, India

3. Sistem Pemerintahan Semi-Presidensial

Sistem semi-presidensial adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan dua sistem pemerintahan, yaitu presidensial dan parlementer. Sistem semi-presidensial memberlakukan sistem rakyat yang memilih presiden sehingga presiden memiliki kekuasaan yang kuat bersama dengan perdana menteri yang ada. Sistem pemerintahan semi-presidensial juga disebut Dual Eksekutif atau Eksekutif Ganda. Meski pun Indonesia yang memiliki sistem pemerintahan presidensial juga dipengaruhi oleh sistem parlementer, namun Indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai negara dengan sistem pemerintahan semi-presidensial, karena secara resmi sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem presidensial.

Negara yang menerapkan sistem semi-presidensial : Prancis, Mesir

Referensi

jennerrein.wordpress.com/2010/08/27/sistem-pemerintahan-di-berbagai-negara/. Diakses 15 Nov 2014
http://areasonoflife.blogspot.com/2012/12/30-negara-beserta-sistem-pemerintahan.html. Diakses 15 Nov 2014

Tinggalkan komentar